SMA Negeri di Surakarta, Jawa Tengah
--------
Sekolah
Menengah Atas Negeri 3 Surakarta, dikenal dengan nama Smaga adalah Sekolah
Menengah Atas yang terdapat di Kota Surakarta, provinsi Jawa Tengah. SMA Negeri
3 ini merupakan salah satu SMA favorit di kota Solo.
Sejarah
SMA
Negeri 1 Surakarta|SMA Negeri I]], SMA Negeri II, dan SMA Negeri III Surakarta
mempunyai sejarah awal yang sama, bermula dari masa pendudukan Jepang tahun
1943. Ringkas kisah sejarah SMAN 1 Surakarta dipaparkan berikut ini.
Era
Pendudukan Jepang
Awal
berdirinya Sekolah Lanjutan Atas Negeri >>>
pertama dimulai bulan Agustus 1943.
Dalam masa pendudukan Jepang itu, Mr. Widodo Sastrodiningrat sebagai Kepala
Bagian Pendidikan Kasunanan Surakarta dan Soetopo Adisepoetro sebagai Kepala
Pendidikan Keresidenan Surakarta atas persetujuan pembesar Jepang membuka
sekolah yang sederajat dengan AMS (Algemene Middlebaar School).
Pada
tanggal 3 Nopember 1943, diresmikan pembukaan sebuah Sekolah Lanjutan Atas yang
diberi nama Sekolah Menengah Tinggi Negeri (SMT Negeri) bertempat di gedung
yang sekarang dipakai Sekolah SMP Negeri 1 Surakarta dengan Kepala Sekolah
pertama Mr. Widodo Sastrodiningrat dengan Wakilnya S. Djajeng Soegianto. SMT
Negeri ini mempunyai dua kelas yaitu: Kelas IA jurusan Sastra Budaya dengan 33
siswa; Kelas IB Jurusan Pasti Alam mempunyai 34 siswa. Kedua kelas itu diampu
oleh 12 orang guru.
Agustus
1944 jabatan Kepala sekolah diserahterimakan dari Mr. Widodo Sastrodiningrat
kepada S. Djajeng Soegianto sebagai kepala sekolah kedua. April 1945 jabatan
Kepala Sekolah diserahterimakakan kepada N. Barnami karena S. Djajeng Soegianto
diangkat menjadi Kepala Sekolah SMP Puteri di Pasar Legi Sala. Sebelumnya, pada
bulan Juli 1945 SMT Negeri Sala mendapat tambahan guru tetap sebanyak 5 orang
sehingga seluruh guru yang mengajar ada 17 orang dan ini merupakan guru cikal
bakal SMT/SMA Negeri Surakarta .
Adapun
nama-nama Guru SMT/SMA Negeri Surakarta tersebut adalah :
Bapak
Ismusubroto (Bhs Indonesia)
Bapak
Soetardjo (Ilmu Alam)
Bapak
B. Soeparno (Bhs Indonesia)
Ibu
Sri Peni (Ilmu Hayat)
Ibu
Poppy Saleh (Ilmu Ekonomi dan Tata Negara)
Periode
Setelah Indonesia Merdeka
Akhir
dari Perang Dunia II ketika Indonesia memerdekakan diri tanggal 17 Agustus
1945, SMT Negeri Surakarta diserahkan kepada Kantor Pendidikan Mangkunegaran
Surakarta di bawah Kantor Baraya–Wiyata. Nopember 1945 para pelajar berjuang di
garis depan serta gedung sekolah SMT Manahan ditutup dan gedungnya digunakan
untuk asrama Barisan Polisi Istimewa (BPI) yang anggotanya terdiri dari pelajar
SMT sendiri, sedangkan para guru dipekerjakan di Kantor Baraya–Wiyata dan
diserahi tugas menerjemahkan Encyclopedia 16 volume.
Maret
1946 sekolah dibuka lagi dengan Kepala Sekolah keempat, yaitu Bapak Roespandji
Atmowirogo. Bulan Juni 1946 untuk pertama kalinya SMT Negeri menyelenggarakan
ujian akhir (istilah saat itu adalah ujian penghabisan ) dengan hasil yang
dinyatakan lulus pertama kali diantaranya Ny. Djatikusumo dan Omar Dhani.
April
1946 Bapak Soepandam menjadi kepala sekolah kelima karena Bapak Roespandji
Atmowirogo diangkat menjadi Pejabat Residen Surakarta. Juni 1947
diselenggarakan ujian penghabisan yang kedua dan Alumnus dinyatakan lulus
antara lain: Prakoso, Achmadi, Suhendro, Padmosurasmo, dan Singgih Prawoto.
Pada saat itu SMT Negeri mempunyai 3 (tiga) jurusan yakni :
Jurusan
A untuk Ilmu Sastra dan Budaya
Jurusan
B untuk Ilmu Pasti dan Alam.
Jurusan
C untuk Ilmu Ekonomi
Juli
1947 terjadi Clash 1 sehingga membuat pelajar kembali meninggalkan bangku
sekolah dengan kembali berjuang memanggul senjata. Gedung sekolah SMT Negeri
yang digunakan Angkatan Laut di bawah pimpinan Achmad Yadau, sedang pelajar
putri yang tidak berjuang belajar di pendapa rumah Bapak Parjatmo di Jl.
Punggawan No. 10 Sala.
September
1947 sekolah mulai dibuka kembali dengan menggunakan gedung SMP Negeri II yang
terletak di sudut barat daya Kraton Mangkunegaran. Para murid masuk siang hari
pukul 13.30 sampai pukul 17.30.
April
1948 gedung Sekolah SMT Negeri Manahan diserahkan kembali oleh Angkatan Laut.
Juni 1948 dilaksanakan ujian penghabisan yang ketiga dan siswa dinyatakan lulus
diantaranya: Baiquni, Sihiman, Sri Hartati, dan Siti Aminah.
Pada
tanggal 18 desember 1948 saat Clash II pecah, ada instruksi dari komandan
Komando Militer Kota yang dijabat oleh Achmadi (mantan pelajar SMT Negeri Sala)
untuk membakar gedung sekolah namun yang terbakar hanya sebagian sekolah saja.
Para murid kembali berjuang memanggul senjata.
Bulan
Nopember 1949, Kepala Sekolah SMT Negeri Bp. Soepandam mendapat perintah dari
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka kembali SMA Negeri A/B Sala,
sedangkan Bp. Parjatmo dan Bp. Soemitro ditugaskan mencari gedung baru serta
guru-gurunya. Ibu Awalin ditugaskan untuk menyelenggarakan pendaftaran para
murid baik dari sekolah negeri maupun swasta.
Pada
tanggal 15 Desember 1949 dibuka dengan resmi SMA Negeri A/B di Margoyudan Sala
yang terdiri dari dua bagian, yaitu:
SMA
Negeri A/B I dengan 12 kelas untuk murid biasa dan masuk pada pagi hari.
SMA
Negeri A/B II dengan 2 kelas untuk murid bekas pejuang dan masuk pada
siang/sore hari.
Kedua
Sekolah dikelola oleh:
Kepala
Sekolah : Bp. Soepandam
Wakasek
: Bp. Parjatmo dan Bp. Roespandji Atmowirogo
Guru
tetap : 11 orang
Guru
tidak tetap : 10 orang
Tenaga
Administrasi : Ibu Awalin cs
Juni
1950 diadakan ujian penghabisan yang keempat atau yang pertama, di gedung
Margoyudan, sedang murid yang dinyatakan lulus antara lain: Muso, Marsaid, dan
Suripto. Nopember 1950 para pelajar bekas pejuang mendesak dan memohon untuk
dibukanya 6 (enam) kelas baru tambahan malam hari. Sebutan “Enam Kelas Baru”
akhirnya dibuka dan digabungkan dengan SMA Negeri A/B II.
Pada
tanggal 17 Agustus 1951 dibuka secara resmi SMA A/B Malam dengan nama SMA
Negeri I Bagian malam yang terdiri dari 6 kelas. Maka sejak itu di Sala
terdapat 3 SMA Negeri A/B II. SMA Negeri A/B di bawah satu pimpinan, yaitu SMA
Negeri A/B, yang sekarang dikenal dengan nama SMA Negeri 1 Sala; dan SMA Negeri
A/B II, yang dikenal dengan nama SMA Negeri 2 Sala; SMA Negeri A/B I bagian
malam, atau sekarang SMA Negeri 3 Sala.
Untuk
memperkuat pengajaran Sekolah ini mendapat tenaga pengajar sebanyak 16 orang
serta mendapat bantuan tenaga pengajar dari Mahasiswa Universitas Gadjah Mada
sebanyak 9 (sembilan) orang mahasiswa. Pada tahun 1952 mulai dirintis
pendidikan dengan menggunakan laboratorium Kimia, fisika, anatomi dan
fisiologi.
Tanggal
1 Agustus 1958 secara resmi dipecah ketiga sekolah inti dan diganti namanya:
SMA
Negeri A/B I menjadi SMA Negeri IB di pimpin oleh Bp. Soepandam.
SMA
Negeri A/B II menjadi SMA Negeri IIA di pimpin oleh Bp. Pajatmo.
SMA
Negeri A/B I bagian malam menjadi SMA Negeri IIIB dipimpin oleh Bp. Rospandji
Atmowirogo.
Selanjutnya
Bapak Roespandji Atmowirogo menjadi kepala sekolah pertama SMA Negeri 3 Sala
dan tanggal 1 Agustus 1958 diresmikan sebagai hari lahirnya SMA Negeri III
Surakarta.
Alumni
Wahyu
Sardono
Heru
Cokro
Tung
Desem Waringin